Kamis, 27 Juni 2013

Penyelesaian Sengketa Ekonomi




A. Pengertian Sengketa

Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia adalah pertentangan atau
konflik. Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang,
kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu obyek permasalahan.
Menurut Winardi, Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu
atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama
atas suatu obyek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan
yang lain.


Tujuan memperkarakan suatu sengketa:
1. adalah untuk menyelesaikan masalah yang konkret dan memuaskan,
2. dan pemecahannya harus cepat (quickly), wajar (fairly) dan murah (inexpensive).

B. Cara-Cara Penyelesaian
1. Negosiasi dan ADR
Negosiasi adalah sarana paling banyak digunakan. Sarana ini telah dipandang sebagai sarana yang paling efektif. Lebih dari 80% (delapan puluh persen) sengketa di bidang bisnis tercapai penyelesaiannya melalui cara ini. Penyelesaiannya tidak win-lose tetapi win-win. Karena itu pula cara penyelesaian melalui cara ini memang dipandang yang memuaskan para pihak.
2. Arbitrase
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase sudah semakin populer di kalangan pengusaha. Kontrak-kontrak komersial sudah cukup banyak mencantumkan klausul arbitrase dalam kontrak mereka. Dewasa ini Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), sudah semakin populer. Badan-badan penyelesaian sengketa sejenis telah pula lahir. Di antaranya adalah Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI), badan penyelesaian sengketa bisnis, dll.
3. Pengadilan
Persepsi umum yang lahir dan masih berkembang dalam masyarakat adalah masih adanya ketidakpuasan sebagian masyarakat terhadap badan pengadilan. 4 Pengusaha atau para pelaku ekonomi dan bisnis, terlebih masyarakat awam melihat hukum bukan dari produk-produk hukum yang ada atau yang pemerintah keluarkan. Masyarakat umumnya meljhat pengadilan sebagai hukum. Begitu pula persepsi mereka terhadap polisi, jaksa, atau pengacara.
4. Mediasi
Mediasi adalah upaya penye dengan melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan yang membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak.

C. Perbandingan antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi
1. Perundingan : Perundingan merupakan tindakan atau proses menawar untuk meraih tujuan atau kesepakatan yang bisa diterima.
2. Arbitrase : Kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan
3. Ligitasi : Litigasi adalah proses dimana seorang individu atau badan membawa sengketa, kasus ke pengadilan atau pengaduan dan penyelesaian tuntutan atau penggantian atas kerusakan.
Jadi perbandingan diantara ketiganya ini merupakan tahapan dari suatu penyelesaian pertikaian. Tahap pertama terlebih dahulu melakukan perundingan diantara kedua belah pihak yang bertikai, kedua ialah ke jalan Arbitrase ini di gunakan jika kedua belah pihak tidak bisa menyelesaikan pertikaian yang ada oleh sebab itu memerlukan pihak ketiga. Ketiga ialah tahap yang sudah tidak bisa diselesaikan dengan menggunakan pihak ketiga oleh sebab ini mereka mebutuhkan hukum atau pengadilan untuk menyelesaikan pertikaian yang ada.

Sumber :
http://akuntansi-softskill.blogspot.com/2012/04/penyelesaian-sengketa-ekonomi.html
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/penyelesaian-sengketa-ekonomi-makalah-aspek-hukum-dalam-ekonomi/

Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat




Pengertian

Monopoli murni adalah bentuk organisasi pasar dimana terdapat perusahaan tunggal yang menjual komoditi yang tidak mempunyai subtitusi sempurna. Perusahaan itu sekaligus merupakan industri dan menghadapi kurva permintaan industri yang memiliki kemiringan negatif untuk komoditi itu.
“Antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”.
Menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undang Anti Monopoli )
Azas dan Tujuan
Tujuan yang terkandung di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, adalah sebagai berikut
Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat, sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil.
Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha.
Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

Kegiatan yang Dilarang

Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2.
Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.
Menurut pasal 33 ayat 2 ” Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya.


Perjanjian yang Dilarang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Oligopoli: keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.
Penetapan harga: dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain:
Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama
Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama
Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar
Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah daripada harga yang telah dijanjikan.
Pembagian wilayah: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
Pemboikotan: Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
Kartel: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.
Trust: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.
Oligopsoni: Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.
Integrasi vertical: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
Perjanjian tertutup: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu
Perjanjian dengan pihak luar negeri: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Hal-Hal yang Dikecualikan dalam UU Anti Monopoli

Di dalam Undang-Undang Anti Monopoli Nomor 5 Tahun 1999,terdapat hal-hal yang dikecualikan,yaitu
Pasal 50
perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba;
perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan;
perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan;
perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas;
perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia;
perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri;
pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil;
kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya.
Pasal 51
Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur dengan undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah.


Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut
Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Dalam pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat
Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
Efisiensi alokasi sumber daya alam
Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli
Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya
Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
Menciptakan inovasi dalam perusahaan

Sanksi

Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif,
UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
Pasal 48
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa
pencabutan izin usaha; atau
larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.


Sumber referensi :
http://www.scribd.com/doc/16045405/Monopoli-dan-Persaingan-Usaha-tidak-sehat

Perlindungan Konsumen



Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen.


Perangkat Hukum


UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:

Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen.



Asaz-asaz Perlindungan Konsumen

Asas-asas yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU PK adalah:
1. Asas manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UUPK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
2. Asas keadilan
Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.
3. Asas keseimbangan
Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas kepastian hukum
Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.



Tujuan Perlindungan Konsumen:
meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan / atau jasa;
meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang, menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.


Hak konsumen :

1. Konsumen berhak atas produk yang aman.
2. Konsumen berhak atas segala informasi yang relevan terhadap produk yang dipakainya.
3. Konsumen memiliki hak untuk berbicara dan didengar
4. Konsumen berhak memilih produk yang akan dibeli.
5. Konsumen berhak mendapatkan edukasi tentang pembelian mereka.
6. Konsumen berhak untuk mendapatkan pelayanan yang baik1
7. Hak untuk mendapatkan ganti rugi


Kewajiban konsumen adalah:
membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.


Hak pelaku usaha adalah:
hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan / atau jasa yang diperdagangkan;
hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.


Kewajiban pelaku usaha adalah:
beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan pcnggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.


PERBUATAN YANG DILARANG BAGI PELAKU USAHA


Pelaku usaha dilarang menawarkan jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan keterangan, iklan atau promosi atas penawaran jasa tersebut. Tidak membuat perjanjian atas pengikatan jasa tersebut dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. (pasal 8).



Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan atau jasa secara tidak benar, dan atau seolah-olah secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan atau jasa lain (pasal 9).



Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai: Harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa. (Pasal 10)


Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya (pasal 13).


KETENTUAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU

Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
Misalnya: Kwitansi/ faktur pembelian barang yang menyatakan:
Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan.
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan atau perjanjian apabila:

Menyatakan tunduk-nya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan atau peng-ubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya.

Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.

Setiap klausula yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 2 dinyatakan batal demi hukum.




TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
Pasal 19

Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.


Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Perlindungan_konsumen#Perangkat_hukum
handayani.staff.gunadarma.ac.id

Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)



1.       Pengertian

Adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR) atau Geistiges Eigentum, dalam bahasa Jermannya. Istilah atau terminologi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Adalah Fichte yang pada tahun 1793 mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada pada bukunya. Yang dimaksud dengan hak milik disini bukan buku sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian isinya. Istilah HKI terdiri dari tiga kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan Intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual.


2.       Prinsip-prinsip Hak Kekayaan Intelektual

Prinsip Ekonomi.

Prinsip ekonomi, yakni hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif suatu kemauan daya pikir manusia yang diekspresikan dalam berbagai bentuk yang akan memeberikan keuntungan kepada pemilik yang bersangkutan.
Prinsip Keadilan.

Prinsip keadilan, yakni di dalam menciptakan sebuah karya atau orang yang bekerja membuahkan suatu hasil dari kemampuan intelektual dalam ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang akan mendapat perlindungan dalam pemiliknya.
Prinsip Kebudayaan.

Prinsip kebudayaan, yakni perkembangan ilmu pengetahuan, sastra, dan seni untuk meningkatkan kehidupan manusia
Prinsip Sosial.

Prinsip sosial ( mengatur kepentingan manusia sebagai warga Negara ), artinya hak yang diakui oleh hukum dan telah diberikan kepada individu merupakan satu kesatuan sehingga perlindungan diberikan bedasarkan keseimbangan kepentingan individu dan masyarakat.


3.       Klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual

Berdasarkan WIPO Hak Atas Intelektual dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:


Hak Cipta (Copyrights).
Hak atas Kekayaan Industri (Industrial Property Rights), berdasarkan Pasal 1 Konvensi Paris mengenai Perlindungan Hak atas Kekayaan Industri  Tahun 1883 yang telah direvisi dan diamandemen pada tanggal 2 Oktober 1979, perlindungan hokum kekayaab industri meliputi:

Paten (Patents).
 Paten Sederhana (Utility Models).
 Hak Desain Industri (Industry Designs).
 Hak Merek.
•           Merek Dagang (Trademarks).
•           Merek Jasa (Servicemarks).
 Nama  Perusahaan (Tradenames).
 Persaingan Curang (The Repression of unfair competition)



4.       Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
Pengaturan hukum terhadap hak atas kekayaan  intelektual di Indonesia belum mencakup seluruh ruang lingkup yang terdapat dalam WIPO, pengaturan yang ada sekarang dapat ditemukan dalam:

•          Undang-Undang Nomor. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
•          Undang-Undang Nomor. 14 Tahun 2001 tentang Paten.
•          Undang-Undang Nomor. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
•          Undang-Undang Nomor. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.



5.       Hak Cipta

Pengertian

Dalam Pasal 1 ayat 1 UU No. 19 Tahun 2002, dinyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak eklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hak Cipta terdiri dari atas hak ekonomi (economic rights)  dan hak moral (moral rights). Hak Ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan serta produk Hak terkait, sedangkan Hak Moral adalah hak yang melekat pada diri Pencipta atau Pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun, walaupun Hak Cipta atau Hak Terkait telah dialihkan.
Perlindugan Hak Cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas,bersifat pribadi, dan menunjukkan keaslian sebagai Ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas atau keahlian sehingga Ciptaan itu dapat dilihat, dibaca atau didengar.


6.       Hak Paten

Pengertian

Dalam Pasal 1 butir 1 UU Nomor. 14 Tahun 2001, Paten merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil invensinya dibidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakan. Invensi (Penemuan) adalah ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik dibidang teknologi dapat berupa produk atau proses atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.

Berdasarkan pasal 8 UU Nomor. 14 Tahun 2001, paten diberikan untuk jangka waktu selama 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang, sedangkan untuk Paten Sederhana diberikan jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu tidak dapat diperpanjang. Tanggal dimulai dan berakhirnya jangka waktu Paten dicatat dan diumumkan.

Hak dan Kewajiban Pemegang Paten

Pemegang Paten memiliki hak ekslusif untuk melaksanakan Paten yang dimilikinya dan melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya :
Dalam hal paten produk : membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan atau menyediakan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserakan produk yang diberi Paten.
Dalam hal Paten proses : menggunakan proses produk yang diberi Paten untuk membuat barang.
                Dalam hal Paten Proses, larangan terhadap pihak lain yang tanpa persetujuannya melakukan impor. Untuk pengelolaan kelangsungan berlakunya Paten dan pencatatan lisensi, Pemegang Paten atau penerima lisensi suatu Paten wajib membayar biaya tahunan.


7.       Hak Merek

Merek atau merek dagang adalah nama atau simbol yang diasosiasikan dengan produk/jasa dan menimbulkan arti psikologis/asosiasi.

Jenis-jenis Merek:


Merek Dagang
Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.

Merek Jasa
Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.

Merek Kolektif
Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.
Berbeda dengan produk sebagai sesuatu yg dibuat di pabrik, merek dipercaya menjadi motif pendorong konsumen memilih suatu produk, karena merek bukan hanya apa yg tercetak di dalam produk (kemasannya), tetapi merek termasuk apa yg ada di benak konsumen dan bagaimana konsumen mengasosiasikannya.

Fungsi Merek


Tanda Pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum dengan produksi orang lain atau badan hukum lainnya.
Sebagai alat promosi, sehingga mempromosikan hasil produksinya cukup dengan menyebutkan mereknya.
Sebagai jaminan atas mutu barangnya.
Menunjukkan asal barang/jasa dihasilkan.

Wajib Daftar Perusahaan




Dasar hukum wajib Daftar Perusahaan

Wajib daftar perusahaan dilakukan berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 1982. Pendaftaran perusahaan ini penting bagi pemerintah guna melakukan pembinaan, pengarahan, pengawasan dan menciptakan iklim dunia usaha yang sehat.
Selain itu wajib daftar perusahaan ini memudahkan untuk sewaktu-waktu dapat mengikuti secara seksama keadaan perkembangan sebenarnya dari dunia usaha di wilayah Negara Republik Indonesia secara menyeluruh, termasuk tentang perusahaan asing.
            Bagi dunia usaha, daftar perusahaan penting untuk mencegah dan menghindari praktek-praktek usaha yang tidak jujur (persaingan, penyelundupan dll)
Selain itu daftar perusahaan buat dunia usaha bermanfaat untuk menciptakan keterbukaan antar perusahaan, memudahkan mencari mitra bisnis, mendasarkan investasi pada perkiraan yang jelas, meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Tujuan Undang-Undang tentang wajib daftar perusahaan adalah memberikan perlindungan kepada perusahaan-perusahaan yang menjalankan usahanya secara jujur dan terbuka, serta pembinaan kepada dunia usaha dan perusahaan, khususnya golongan ekonomi lemah.


Ketentuan Wajib Daftar Perusahaan

Daftar Perusahaan → daftar catatan resmi yang diadakan berdasarkan ketentuan undang-undang dan atau peraturan-peraturan pelaksanaannya, dan memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan.

Perusahaan → setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus-mneerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan atau laba.

Pengusaha → setiap orang perorangan atau persekutuan atau badan hukum yang menjalankan sesuatu jenis perusahaan.

Usaha → setiap tindakan, perbuatan atau kegiatan apapun dalam bidang perekonomian, yang dilakukan oleh setiap pengusaha untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.

Menteri → menteri yang bertanggung jawab dalam bidang perdagangan.


Tujuan dan Sifat Wajib Daftar Perusahaan

→memcatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas, data, serta keterangan lainnya tentang perusahaan dalam rangka menjamin kepastian berusaha

Daftar perusahaan bersifat terbuka untuk semua pihak
Sifat terbuka → daftar perusahaan itu dapat dipergunakan oleh pihak ketiga sebagai sumber informasi.


Kewajiban Pendaftaran

            Setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam daftar perusahaan, Pendaftaran wajib didaftarkan oleh pemiliknya atau pengurus perusahaan yang bersangkutan atau dapat diwakilkan kepada orang lain dengan memberikan surat kuasa yang sah.
Jika perusahaan dimiliki oleh beberapa orang, maka pendaftaran boleh dilakkan oleh salah seorang dari pemilik perusahaan tersebut.

Badan Usah Yang Tidak Perlu Menjadi Wajib Daftar
Setiap perusahaan Negara berbentuk perjan → yang dikecualikan dari kewaiban pendaftran adalah peusahaan-perusahaan yang tidak bertujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.
Setiap perusahaan kecil perorangan yang dijalankan oleh sendiri atau hanya memperkerjakan anggota keluarga terdekat serta tidak memerlukan izin usaha dan tidak merupakan badan hukum atu suatu persekutuan. Perusahaan kecil perorangan yang melakukan kegiatan dan atau memperoleh keuntungan yang benar-benar hanya sekedar untuk mmenuhi keperluan nafkah sehari-hari. Anggota terdekat disini adalh termasuk ipar dan menantu.
Usaha diluar bidang ekonomiyang tidak bertujuan mencari profit:
Pendidikan formal, pendidikan non formal, rumah sakit.
Yayasan

Bentuk badan usaha yang masuk dalam wajib daftar perusahaan:
Badan hukum
Persekutuan
Perorangan
Perum
Perusahaan Daerah, perusahaan perwakilan asing


Cara & Tempat serta Waktu Pendaftaran

Pendaftaran dilakukan dengan cara mengisi formulir pendaftaran yang ditetapka oleh menteri pada kantor tempat pendaftaran.
Pendaftaran dilakukan di Kantor departemen perindustrian dan Perdagangan atau Dinas yang membidangi Perdagangan Kabupaten/Kota selaku kantor pendaftaran Perusahaan (KPP)
Caranya:
Mengisi formulir pendaftaran yang disediakan
Membayar biaya administrasi
Pendaftaran Perusahan wajib dilakukan oelh pemilik/pengurus/penanggung jawab atau kuas perusahaan.
Pendaftaran wajib dilakukan dalam jangkawaktu 3 bulan setelah perusahaan mulai menjalankan usahanya. Suatu perusahaan dianggap mulai menjalankan usahanya pada saat menerima izin usaha dari instansi teknis yang berwenang.


Hal-Hal Yang Didaftarkan
Pengenalan tempat
Data umum perusahaan
Legalitas perusahaan
Data pemegang saham
Data kegiatan perusahaan

Kepada perusahaan yang telah disahkan pendaftarannya dalam daftar perusahaan diberikan tanda daftar perusahan yang berlaku untuk jangka waktu 5 tahun sejak tanggal dikeluarkannya dan wajib dipebaharui sekurang-kurangnya 3 bulan sebelum tanggal berlakuya berakhir.
Apabila tanda daftar perusahaan hilang, pengusaha berkewajiban untuk mengajukan permintaan tertulis kepada kantor pendaftaran perusahaan untuk memperolehpenggantinya dalam waktu selambat-lambatnya 3 bulan setelah kehilangan itu.
Apabila ada perubahan atas hal yang didaftarkan, wajib dilaporkan pada kantor tempat pendaftaran perusahaan dengan menyebutkan alas an perubahan tersebut disertai tanggal perubahan tersebut dalm waktu 3 bulan setelah terjadi perubahan itu.
           Apabila ada pengalihan pemilikan atau pengurusan atsa perusahaan atau kantor cabang, kantor pembantu, agen dan perwakilannya, pemilik atau pengurus lama berkewajiban untuk melaporkan.
               Apabila terjadi pembubaran perusahaan atau kantor cabang, kantor pembantu atau perwakilannya, pemilik atau pengurus maupun likuidaror berkewjiban untuk melaporkanya.

Ketentuan Pidana
Sanksi Pidana kejahatan (Pasal 32 UU-WDP) karena pengusaha dengan sengaja atau kelalaiannya tidak memenuhi kewajiban UU-WDP diancam pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) bulan kurungan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah).

Sanksi Pidana pelanggaran (Pasal 33 UU-WDP) karena pengusaha melakukan atau menyuruh melakukan pendaftaran secara keliru atau tidak lengkap dalam memenuhi kewajiban UU-WDP diancam pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) bulan kurungan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah)

Sanksi Pidana pelanggaran (Pasal 34 UU-WDP) karena pengusaha tidak memenuhi kewajiban untuk menghadap atau menolak untuk menyerahkan atau mengajukan sesuatu persyaratan atau keterangan lain untuk pendaftaran dalam Daftar Perusahaan diancam pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) bulan kurungan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).


Sumber:
handayani.staff.gunadarma.ac.id

Hukum Dagang



1. Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang

Menurut Prof. Subekti; dengan demikian sudah diakui bahwa kedudukan KUHD terhadap KUHS adalah sebagai Hukum khusu terhadap Hukum umum.
Menurut Prof. Sudirman Kartohadiprojo: KUHD merupakan suatu LEX SPECIALIS terhadap KUHS sebagai LEX GENERALIS; mengenai hal yang dapat aturan pula dalam KUHS, maka ketentuan dalam KUHD itulah yang berlaku.
Van Kan beranggapan, bahwa Hukum Dagang adalah suatu tambahan Hukum perdata yaitu suatu tambahan yang mengatur hal-hal yang khusus. KUHS memuat hukum perdata dalam arti sempit, sedangkan KUHD memuat penambahan yang mengatur hal-hal khusu hukum Perdata dalam arti sempit itu.


2. Berlakunya Hukum Dagang

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang masih berlaku di Indonesia berdasarkan Pasal 1 aturan peralihan UUD 1945 yang pada pokoknya mengatur bahwa peraturan yang ada masih tetap berlaku sampai pemerintah Indonesia memberlakukan aturan penggantinya. Di negeri Belanda sendiri Wetbook van Koophandel telah mengalami perubahan, namun di Indonesia Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak mengalami perubahan yang komprehensif sebagai suatu kodifikasi hukum. Namun demikian kondisi ini tidak berarti bahwa sejak Indonesia merdeka, tidak ada pengembangan peraturan terhadap permasalahan perniagaan. Perubahan pengaturan terjadi, namun tidak tersistematisasi dalam kodifikasi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Strategi perubahan pengaturan terhadap masalah perniagaan di Indonesia dilakukan secara parsial (terhadap substansi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) dan membuat peraturan baru terhadap substansi yang tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.


3. Hubungan Pengusaha dan Pembantunya

Pengusaha (pemilik perusahaan) yang mengajak pihak lain untuk menjalankan usahanya secara bersama-sama,atau perusahaan yang dijalankan dan dimiliki lebih dari satu orang, dalam istilah bisnis disebut sebagai bentuk kerjasama. Bagi perusahaan yang sudah besar, Memasarkan produknya biasanya dibantu oleh pihak lain, yang disebut sebagai pembantu pengusaha. Secara umum pembantu pengusaha dapat digolongkan menjadi 2 (dua), yaitu:
a.Pembantu-pembantu pengusaha di dalam perusahaan, misalnya pelayan toko, pekerja keliling, pengurus fillial, pemegang prokurasi dan pimpinan perusahaan.
b. Pembantu pengusaha diluar perusahaan, misalnya agen perusahaan, pengacara, noratis, makelar, komisioner.


4. Pengusaha dan Kewajibannya

- Memberikan ijin kepada buruh untuk beristirahat, menjalankan kewajiban menurut agamanya
- Dilarang memperkerjakan buruh lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu, kecuali ada ijin penyimpangan
- Tidak boleh mengadakan diskriminasi upah laki/laki dan perempuan
- Bagi perusahaan yang memperkerjakan 25 orang buruh atau lebih wajib membuat peraturan perusahaan
- Wajib membayar upah pekerja pada saat istirahat / libur pada hari libur resmi
- Wajib memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih
- Wajib mengikut sertakan dalam program Jamsostek



5. Perseroan Terbatas (Maatschap)

Adalah suatu bentuk usaha perusahaan yang diatur dalam KUHS, sehingga menurut Titaamidjaja Sh. Perseroan adalah bentuk pokok untuk perusahaan yang diatur dalam KUHD dan juga yang diatur di luar KUHD.
Bahwa peraturna-pertaturan mengenai perseroan pada umumnya juga berlaku untuk perusahaan lainnya, sekedar KUHD ataupun Peraturan-peraturan Khusus lainnya tidak mengatur secara tersendiri. Pengertin dalam Pasal 1KUHD, bahwa peraturan-peraturan di dalam KUHS berlaku juga terdapat hal-hal yang diatur dalam Hukum Dagang sepanjang KUHD dengan tegas dinyatakan bahwa segala perseroan yang tersebut dalam KUHD dikuasai oleh:
a.         Persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan.
b.         KUHD dan
c          KUHS
Perseroan diatur dalam KUHS Kitab III bab VIII pasal 1618 s/d 1652. Menurut pasal 1618 KUHS, perseroan (maatschap) adalah suatu persetujuan dengan nama dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya.


6. KOPERASI

Koperasi adalah organisasi bisnis yang dimiliki dan dioperasikan oleh orang-seorang demi kepentingan bersama.Koperasi melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip gerakanekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.

Di Indonesia sendiri telah dibuat UU no. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian. Prinsip koperasi menurut UU no. 25 tahun 1992 adalah:
Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
Pengelolaan dilakukan secara demokrasi
Pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan jasa usaha masing-masing anggota
Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal
Kemandirian
Pendidikan perkoperasian
Kerjasama antar koperasi



7. YAYASAN


Yayasan (Inggris: foundation) adalah suatu badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan, didirikan dengan memperhatikan persyaratan formal yang ditentukan dalam undang-undang. Di Indonesia, yayasan diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Rapat paripurna DPR pada tanggal 7 September 2004 menyetujui undang-undang ini, dan Presiden RI Megawati Soekarnoputri mengesahkannya pada tanggal 6 Oktober 2004.


8. BUMN

Badan usaha milik negara (disingkat BUMN) atau perusahaan milik negara merujuk kepada perusahaan atau badan usaha yang dimiliki pemerintah sebuah negara.
Ciri-ciri BUMN:
Penguasaan badan usaha dimiliki oleh pemerintah.
Pengawasan dilakukan, baik secara hirarki maupun secara fungsional dilakukan oleh pemerintah.
Kekuasaan penuh dalam menjalankan kegiatan usaha berada di tangan pemerintah.
Pemerintah berwenang menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan usaha.
Semua risiko yang terjadi sepenuhnya merupakan tanggung jawab pemerintah.
Untuk mengisi kas negara, karena merupakan salah satu sumber penghasilan negara.
Agar pengusaha swasta tidak memonopoli usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak.
Melayani kepentingan umum atau pelayanan kepada masyarakat.
Merupakan lembaga ekonomi yang tidak mempunyai tujuan utama mencari keuntungan, tetapi dibenarkan untuk memupuk keuntungan.
Merupakan salah satu stabilisator perekonomian negara.
Dapat meningkatkan produktivitas, efektivitas, dan efisiensi serta terjaminnya prinsip-prinsip ekonomi.
Modal seluruhnya dimiliki oleh negara dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Peranan pemerintah sebagai pemegang saham. Bila sahamnya dimiliki oleh masyarakat, besarnya tidak lebih dari 49%, sedangkan minimal 51% sahamnya dimiliki oleh negara.
Pinjaman pemerintah dalam bentuk obligasi.
Modal juga diperoleh dari bantuan luar negeri.
Bila memperoleh keuntungan, maka dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.
Pinjaman kepada bank atau lembaga keuangan bukan bank.



Sumber:
http://id.wikipedia.org

Hukum Perjanjian




Standart Kontrak
Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi 2 yaitu umum dan khusus.
- Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
- Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
b. Menurut Remi Syahdeini, keabsahan berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi dipersoalkan karena kontrak baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan.
Kontrak baru lahir dari kebutuhan masyarakat. Dunia bisnis tidak dapat berlangsung dengan kontrak baru yang masih dipersoalkan.


Macam - Macam Perjanjian

Macam-macam perjanjian obligator ialah sbb;
1). Perjanjian dengan Cuma-Cuma dan perjanjian dengan beban
Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata).
Perjanjian dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
2). Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik
Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja.
Perjanjian timbal balik ialah suatu perjanjian yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
3). Perjanjian konsensuil, formal dan, riil
Perjanjian konsensuil ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.
Perjanjian formil ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk teryentu, yaitu dengan cara tertulis.
Perjanjian riil ialah suatu perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.
4). Perjanjian bernama, tidak bernama dan, campuran
Perjanjian bernama adalah suatu perjanjian dimana Undang Undang telah mengaturnya dengan kententuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII KUHPerdata ditambah titel VIIA.
Perjanjian tidak bernama ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus.
Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit dikualifikasikan.


Syarat sahnya perjanjian
- sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
- kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
- suatu hal tertentu
- suatu sebab yang halal



Pembatalan suatu perjanjian
Apabila suatu syarat obyektif tidak terpenuhi, maka perjanjiannya adalah batal demi hukum (null and void).
Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena;
Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
Terkait resolusi atau perintah pengadilan
Terlibat hokum
Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian




Saat dan Lahirnya Perjanjian

Menurut, azas konsensualitas, suatu perjanjian dilahirkan pada detik tercapainya sepakat anatar kedua belah pihak mengenai hal-hal yang pokok dari apa yang menjadi obyek perjanjian. Menurut ajaran yang paling tua, harus dipegang teguh tentang adanya suatu persesuaian kehendak antara kedua belah pihak. Menurut ajaran yang lazim dianut sekarang, perjanjian harus dianggap dilahirkan pada saat dimana pihak yang melakukan penawaran (offerte) menerima jawaban yang termaktub dalam surat tersebut.


Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.

b. Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.

c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.

d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.


Sumber:
elearning.gunadarma.ac.id
http://carmelcurhatmodeon.blogspot.com/2010/04/hukum-perjanjian.html

Hukum Perikatan




Pengertian

Suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu. Pihak yang berhak menuntut dinamakan pihak berpiutang atau kreditur, sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak berhutang atau debitur.


Wanprestasi

Apabila siberhutang (debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikan akan dilakukannya. Ia adalah “alpa” atau “lalai” atau “bercidra-janji”. Wanprestasi berasala dari bahasa  Belanda, yang berarti prestasi yang buruk.
Hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang lalai:
- membayar kerugian yang diderita oleh kreditur/ganti-rugi.
- pembatalan perjanjian/pemecahan perjanjian.
- peralihan risiko.
- membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di muka hakim.

Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH perdata terbagi tiga sumber adalah sebagai berikut:

1. perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian );
2. perikatan yang timbul dari undang-undang.
Perikatan yang timbul dari undang-undang dapat dibagi menjadi dua, yaitu perikatan terjadi karena undang-undang semata dan perikatan terjadi karena undang-undang akibat dari perbuatan manusia.
a. perikatan terjadi karena undang-undang semata, misalnya kewajiban orang tua untuk memelihara dan mendidik anak-anak , yaitu hukum kewarisan.
b. Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia menurut hukum terjadi karena perbuatan yang diperolehkan ( sah ) dan yang bertentangan dengan hukum ( tidak sah ).
3. perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum dan perwakilan sukarela.


Asas-Asas Dalam Hukum Perikatan
- Asas Kebebasan Berkontrak : Ps. 1338: 1 KUHPerdata.
– Asas Konsensualisme : 1320 KUHPerdata.
– Asas Kepribadian : 1315 dan 1340 KUHPerdata.
• Pengecualian : 1792 KUHPerdata
1317 KUHPerdata
• Perluasannya yaitu Ps. 1318 KUHPerdata.
– Asas Pacta Suntservanda® asas kepastian hukum: 1338: 1 KUHPerdata.



Cara-cara Hapusnya Suatu Perikatan

Pasal 1381 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyebutkan sepuluh cara hapusnya suatu perikatan.
- pembayaran.
Pembayaran harus dilakukan kepada si berpiutang atau kepada seorang yang dikuasakan olehnya atau kepada seorang yang dikuasakan hakim atau oleh Undang-undang untuk menerima pembayaran-pembayaran bagi si berpiutang. Pembayaran yang dilakukan kepada seorang yang tidak berkuasa menerima bagi si berpiutang adalah sah, sekedar si berpiutang telah menyetujui atau nyata-nyata telah mendapat manfaat karenanya.
- penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan penitipan
Ini adalah suatu cara pembayaran yang harus dilakukan apabila si berpiutang menolak pembayaran.
- pembaharuan hutang atau novasi
Menurut pasal 1413 Kitab Undang-undang Hukum Perdata ada tiga macam jalan melaksanakan suatu pembaharuan hutang atau novasi itu, yaitu:
a. apabila seorang yang berhutang membuat suatu perikatan hutang baru guna orang yang akan menghutangkan kepadanya, yang menggantikan hutang yang lama yang dihapuskan karenanya.
b. apabila seorang berhutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berhutang lama, yang oleh si berpihutang dibebaskan dari perikatannya.
c. apabila, sebagai akibat dari suatu perjanjian baru seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur yang lama, terhadap siapa si berhutang dibebaskan dari perikatannya.
- perjumpaan hutang atau kompensasi
Ini adalah suatu cara penghapusan hutang dengan jalan memperjuangkan atau memperhitungkan hutang-piutang secara bertimbal balik antara kreditur dan debitur.
- pencampuran hutang
Apabila kedudukan sebagai orang berpihutang (kreditur) dan orang yang berhutang (debitur) berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu pencampuran hutang dengan mana utang piutang itu dihapuskan.
- pembebasan hutang
Apabila, si berpihutang dengan tegas menyatakan tidak menghendaki lagi prestasi dari si berhutang dan melepaskan haknya atas pembayaran atau pemenuhan perjanjian, maka perikatan – yaitu hubungan hutang-piutang – hapus, perikatan ini hapus karena pembebasan. Pembebasan sesuatu hutang tidak boleh dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan. Pengembalian sepucuk tanda piutang asli secara suka rela oleh si berpihutang kepada si berhutang, merupakan bukti pembebasan hutangnya.
- musnahnya barang yang terhutang
Jika barang tertentu yang menjadi obyek dari perjanjian musnah, maka hapuslah perikatannya asal barang tadi musnah diluar kesalahan si berhutang dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Bahkan juga meskipun debitur itu lalai menyerahkan barang itu, iapun akan bebas dari perikatan apabila ia dapat membuktikan bahwa hapusnya barang itu disebabkan oleh suatu kejadian diluar kekuasaannya.
- kebatalan/pembatalan
Meminta pembatalan perjanjian yang kekurangan syarat subyektifnya itu dapat dilakukan dengan dua cara: pertama, secara aktif menurut pembatalan perjanjian yang demikian itu dimuka hakim. Kedua, secara pembelaan yaitu menunggu sampai digugat di muka hakim untuk mmenuhi perjanjian dan disitulah baru memajukan tentang kekurangannya perjanjian itu.
- berlakunya suatu syarat batal
Perikatan bersyarat adalah suatu perikatan yang mnasibnya digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan masih belum tentu akan terjadi, baik secara menangguhkan lahirnya perikatan hingga terjadinya peristiwa tadi, atau secara membatalkan perikatan menurut terjadi atau tidak terjadinya peristiwa tersebut.
- lewatnya waktu
Daluwarsa untuk memperoleh hak milik atas suatu barang dinamakan daluwarsa “acquisitip”, sebaiknya dibicarakan berhubungan dengan hukum denda. Sedangkan daluwarsa untuk dibebaskan dari suatu perikatan dinamakan daluwarsa “extinctip”. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata masalah daluwarsa diatur dalam Buku IV bersama-sama dengan soal pembuktian.



Sumber:
elearning.gunadarma.ac.id
http://abaslessy.wordpress.com/2012/10/26/hukum-perikatan-dan-perjanjian/

Hukum perdata


Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratan Eropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum perdata. Dalam sistem Anglo-Saxon (common law) tidak dikenal pembagian semacam ini. Sejarah Hukum Perdata
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun berdasarkan hukum Romawi 'Corpus Juris Civilis'yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh J.M. Kemper disebut Ontwerp Kemper. Namun, sayangnya Kemper meninggal dunia pada 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh Nicolai yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia.
Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :


BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).
WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
Menurut J. Van Kan, kodifikasi BW merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
Yang dimaksud dengan hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat (Belanda) yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan BW. Sebagian materi BW sudah dicabut berlakunya dan sudah diganti dengan Undang-Undang RI, misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, dan UU Kepailitan.
Kodifikasi KUH Perdata Indonesia diumumkan pada tanggal 30 april 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1848.
Setelah Indonesia Merdeka, berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945, KUH Perdata Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan Undang-Undang baru berdasarkan Undang–Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda merupakan induk hukum perdata Indonesia.

Adapun beberapa pengertian hukum acara perdata menurut beberapa pakar hukum
Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH
Beliau mengemukakan batasan bahwa hukum acara perdata sebagai rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan dan cara bagaimana cara pengadilan itu harus bertindak satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan hukum perdata.
Prof. Dr. Sudikno Mertukusumo, SH
Member batasan hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata material dengan perantaraan hakim. Dengan perkataan lain, hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang menetukan bagaimana caranyamenjamin pelaksanaan hukum perdata material. Lebih kongkrit lagi dapatlah dikatakan bahwa hukum acara perdata mengatur bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta memutusnya, dan pelaksanaan dari pada putusannya.
Prof. Dr. R. Supomo, SH
Dengan tanpa memberikan suatu batasan tertentu, tapi melalui visi tugas dan peranan hakin menjelaskan bahwasanya dalam peradilan perdata tugas hakim ialah mempertahankan tata hukum perdata (burgerlijk rechtsorde) menetapkan apa yang ditentukan oleh hukum dalam suatu perkara.
Berdasarkan pengertian –pengertian yang dikemukakan diatas serta dengan bertitik tolak kepada aspek toeritis dalam praktek peradilan, maka pada asasnya hukum acara perdata adalah : Peraturan hukum yang mengatur dan menyelenggarakan bagaimana proses seseorang mengajukan perkara perdata kepada hakim/pengadilan. Dalam konteks ini, pengajuan perkara perdata timbul karena adanya orang yang merasa haknya dilanggar orang lain, kemudian dibuatlah surat gugatan sesuai syarat peraturan perundang-undangan.
Peraturan hukum yang menjamin, mengatur dan menyelenggarakan bagaimana proses hakim mengadili perkara perdata. Dalam mengadili perkara perdata, hakim harus mendengar kedua belah pihak berperkara (asas Audi Et Alterm Partem). Disamping itu juga, proses mengadili perkara, hakim juga bertitik tolak kepada peristiwanya hukumnya, hukum pembuktian dan alat bukti kedua belah pihak sesuai ketentuan perundang-undangan selaku positif (Ius Constitutum)
Peraturan hukum yang mengatur proses bagaimana caranya hakim memutus perkara perdata. Peraturan hukum yang mengatur bagaimana tahap dan proses pelaksanaan putusan hakim (Eksekusi).




sumber referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_perdata
http://tugasmakalahmuamalat.blogspot.com/2012/11/pengertian-hukum-perdata.html

SUBJEK DAN OBJEK HUKUM




ABSTRACT
Dalam pembagiannya subjek hukum Perdata terdiri atas manusia (naturlijkperson) dan badan hukum (rechtperson). Tetapi dalam perkembangannya, ternyata pemerintah yang adalah lembaga publik dapat juga melakukan tindakan hukum perdata, hal ini dapt dibuktikan dengan terlibatnya pemerintah sebagai salah satu pihak dalam kontrak pengadaan barang atau jasa. Berdasarkan hasil penelusuran ternyata bahwa, ketika pemerintah bertindak dalam lapangan keperdataan dan tunduk pada peraturan hukum perdata, maka pemerintah bertindak sebagai wakil dari badan hukum bukan wakil dari jabatan, sehingga tindakan pemerintah tersebut adalah tindakan badan hukum

PENDAHULUAN
Hukum dalam klasifikasinya terbagi atas hukum publik dan hukum privat. Hukum publik yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat perlengkapan negara atau negara dengan warga negara. Hukum privat yaitu hukum yang mengatur hubungan antara satu orang dengan orang lain atau subjek hukum lain dengan menitikberatkan pada kepentingan perseorangan. Berdasarkan pengertiannya, maka subjek hukum perdata terdiri atas orang dan badan hukum.
Tidak dapat di pungkiri bahwa pemerintah dalam kegiatan sehari-hari melakukan tindakan-tindakan bisnis dengan pihak non-pemerintah. Pemerintah misalnya perlu membeli barang atau jasa (government procurement) dalam rangka menjalankan fungsinya sehari-hari. Barang atau jasa yang dibutuhkan dari yang sederhana seperti alat tulis kerja, sampai dengan pembeliaan pesawat udara, Pembangunan Gedung dan jembatan ataupun juga peralatan perang guna menunjang pertahanan dan keamanan negara. Sedangkan jasa yang dibutuhkan oleh pemerintah dapat berupa jasa konsultansi, dan lain-lain.
Dalam memenuhi kebutuhannya tersebut, tentunya pemerintah harus mengikuti prosedur pengadaan sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa.
Secara sederhana kontrak dapat digambarkan sebagai suatu perjanjian antara dua atau lebih pihak yang mempunyai nilai komersial tertentu. Sebagaimana layaknya sebuah perjanjian, dalam sebuah kontrak para pihak yang mengikatkan diri adalah subjek hukum. Adapun yang dimaksud dengan subjek hukum disini adalah subjek hukum perdata. Apabila telah di pahami bahwa yang dimaksud para pihak dalam kontrak adalah subjek hukum perdata, maka timbul pertanyaan apakah mungkin pemerintah yang tidak biasanya di persepsikan sebagai subjek hukum perdata tetapi subjek hukum publik dapat menjadi salah satu pihak dalam sebuah kontrak pengadaan barang atau jasa.

PEMBAHASAN
Pengertian Subyek Hukum
Subyek hukum adalah setiap makhluk yang berwenang untuk memiliki, memperoleh, dan menggunakan hak-hak kewajiban dalam lalu lintas hukum.. Dan yang berhak memperoleh kewajiban dan hak yaitu manusia. Jadi, manusia adalah subjek hukum.

Jenis Subyek Hukum
Subyek hukum terdiri dari dua jenis yaitu:

1. Manusia Biasa
Manusia biasa (natuurlijke persoon) manusia sebagai subyek hukum telah mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya dan dijamin oleh hukum yang berlaku dalam hal itu menurut pasal 1 KUH Perdata menyatakan bahwa menikmati hak kewarganegaraan tidak tergantung pada hak kewarganegaraan.
Setiap manusia pribadi (natuurlijke persoon) sesuai dengan hukum dianggap cakap bertindak sebagai subyek hukum kecuali dalam Undang-Undang dinyatakan tidak cakap seperti halnya dalam hukum telah dibedakan dari segi perbuatan-perbuatan hukum adalah sebagai berikut :
1. Cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang dewasa menurut hukum (telah berusia 21 tahun dan berakal sehat).
2. Tidak cakap melakukan perbuatan hukum berdasarkan pasal 1330 KUH perdata tentang orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah :
3. Orang-orang yang belum dewasa (belum mencapai usia 21 tahun).
4. Orang ditaruh dibawah pengampuan (curatele) yang terjadi karena gangguan jiwa pemabuk atau pemboros.
5. Orang wanita dalm perkawinan yang berstatus sebagai istri.
2. Badan Hukum

Badan hukum (rechts persoon) merupakan badan-badan perkumpulan yakni orang-orang (persoon) yang diciptakan oleh hukum.
Badan hukum sebagai subyek hukum dapat bertindak hukum (melakukan perbuatan hukum) seperti manusia dengan demikian, badan hukum sebagai pembawa hak dan tidak berjiwa dapat melalukan sebagai pembawa hak manusia seperti dapat melakukan persetujuan-persetujuan dan memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya, oleh karena itu badan hukum dapat bertindak dengan perantara pengurus-pengurusnya.
Misalnya suatu perkumpulan dapat dimintakan pengesahan sebagai badan hukum dengan cara :
1. Didirikan dengan akta notaris.
2. Didaftarkan di kantor Panitera Pengadilan Negara setempat.
3. Dimintakan pengesahan Anggaran Dasar (AD) kepada Menteri Kehakiman dan HAM, sedangkan khusus untuk badan hukum dana pensiun pengesahan anggaran dasarnya dilakukan Menteri Keuangan.
4. Diumumkan dalam berita Negara Republik Indonesia. Badan hukum dibedakan dalam 2 bentuk yaitu :

1. Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon)
Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan publik untuk yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya.
Dengan demikian badan hukum publik merupakan badan hukum negara yang dibentuk oleh yang berkuasa berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan secara fungsional oleh eksekutif (Pemerintah) atau badan pengurus yang diberikan tugas untuk itu, seperti Negara Republik Indonesia, Pemerintah Daerah tingkat I dan II, Bank Indonesia dan Perusahaan Negara.

2. Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon)\
Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan banyak orang di dalam badan hukum itu.
Dengan demikian badan hukum privat merupakan badan hukum swasta yang didirikan orang untuk tujuan tertentu yakni keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain menurut hukum yang berlaku secara sah misalnya perseroan terbatas, koperasi, yayasan, badan amal.

Pengertian Obyek Hukum
Obyek hukum menurut pasal 499 KUH Perdata, yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subyek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik.

Jenis Obyek Hukum
Kemudian berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan).
1. Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)
Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah/berwujud, meliputi:
Benda bergerak/tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan.
Dibedakan menjadi sebagai berikut :

1. Benda bergerak karena sifatnya, menurut pasal 509 KUH Perdata adalah benda yang dapat dipindahkan, misalnya meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri contohnya ternak.
2. Benda bergerak karena ketentuan undang-undang, menurut pasal 511 KUH Perdata adalah hak-hak atas benda bergerak, misalnya hak memungut hasil (Uruchtgebruik) atas benda-benda bergerak, hak pakai (Gebruik) atas benda bergerak, dan saham-saham perseroan terbatas.

Benda tidak bergerak
Benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
1. Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya, misalnya pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan patung.
2. Benda tidak bergerak karena tujuannya yakni mesin alat-alat yang dipakai dalam pabrik. Mesin senebar benda bergerak, tetapi yang oleh pemakainya dihubungkan atau dikaitkan pada bergerak yang merupakan benda pokok.
3. Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, ini berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak misalnya hak memungut hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.
Dengan demikian, membedakan benda bergerak dan tidak bergerak ini penting, artinya karena berhubungan dengan 4 hal yakni :
1. Pemilikan (Bezit)
Pemilikan (Bezit) yakni dalam hal benda bergerak berlaku azas yang tercantum dalam pasal 1977 KUH Perdata, yaitu berzitter dari barang bergerak adalah pemilik (eigenaar) dari barang tersebut. Sedangkan untuk barang tidak bergerak tidak demikian halnya.
2. Penyerahan (Levering)
Penyerahan (Levering) yakni terhadap benda bergerak dapat dilakukan penyerahan secara nyata (hand by hand) atau dari tangan ke tangan, sedangkan untuk benda tidak bergerak dilakukan balik nama.
3. Daluwarsa (Verjaring)
Daluwarsa (Verjaring) yakni untuk benda-benda bergerak tidak mengenal daluwarsa, sebab bezit di sini sama dengan pemilikan (eigendom) atas benda bergerak tersebut sedangkan untuk benda-benda tidak bergerak mengenal adanya daluwarsa.
4. Pembebanan (Bezwaring)
Pembebanan (Bezwaring) yakni tehadap benda bergerak dilakukan pand (gadai, fidusia) sedangkan untuk benda tidak bergerak dengan hipotik adalah hak tanggungan untuk tanah serta benda-benda selain tanah digunakan fidusia.
2. Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderen)
Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen) adalah suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk perusahaan, paten, dan ciptaan musik / lagu.
Pengertian Hak Kebendaan Yang Bersifat Sebagai Pelunasan Hutang (Hak Jaminan)
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang (hak jaminan) adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Dengan demikian hak jaminan tidak dapat berdiri karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan (accessoir) dari perjanjian pokoknya, yakni perjanjian hutang piutang (perjanjian kredit).
Perjanjian hutang piutang dalam KUH Perdata tidak diatur secara terperinci, namun bersirat dalam pasal 1754 KUH Perdata tentang perjanjian pinjaman pengganti yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.

KESIMPULAN
Subjek Hukum mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting di dalam bidang hukum, khususnya hukum keperdataan, karena subjek hukum itulah nantinya yang dapat mempunyai wewenang hukum (rechtsbevoegheid) untuk melakukan perbuatan hukum. Dikenal 2 (dua) macam subjek hukum perdata yakni manusia (naturlijk person) dan badan hukum (recht person).
Negara dalam perspektif hukum perdata adalah sebagai badan hukum publik. Bila berdasarkan hukum publik negara adalah organisasi jabatan atau kumpulan dari organ-organ kenegaraan, yang di dalamnya terdapat organ pemerintahan, maka berdasarkan hukum perdata, negara adalah kumpulan dari badan-badan hukum, yang di dalamnya terdapat badan pemerintahan.
Tindakan hukum badan pemerintahan dilakukan oleh pemerintah sebagaimana manusia dan badan hukum privat terlibat dalam lalu lintas pergaulan hukum. Pemerintah menjual dan membeli, menyewa dan menyewakan, menggadai dan menggadaikan, membuat perjanjian, dan mempunyai hak milik. Ketika pemerintah bertindak dalam lapangan keperdataan dan tunduk pada peraturan hukum perdata, pemerintah bertindak sebagai wakil dari badan hukum, bukan wakil dari jabatan.



http://unpatti.ac.id/paperrepo/ppr_iteminfo_lnk.php?id=107

http://agusnuramin.wordpress.com/2012/03/26